Jenis perselisihan hubungan industrial terdapat 4 (empat) macam berdasarkan Undang – Undang Nomor Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Untuk selanjutnya disebut “UU No.2/2004”), Pasal 1 ayat 1 menjelaskan “Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan”. Adapun penjelaskan 4 (empat) macam sengketa hubungan industrial, yaitu sebagai berikut:
- Perselisihan Hak berdasarkan UU No.2/2004, Pasal 1 ayat 2 menjelaskan “Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang – undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”.
- Perselisihan kepentingan berdasarkan UU No.2/2004, Pasal 1 ayat 3 menjelaskan “Perselisihan kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat – syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama”.
- Perselisihan pemutusan hubungan kerja berdasarkan UU No.2/2004, Pasal 1 ayat 4 “Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak”.
- Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh berdasarkan UU No.2/2004, Pasal 1 ayat 4 “Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatpekerjaan”.
Bahwa dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial ada beberapa mekanisme penyelesaian yaitu sebagai berikut:
- PENYELESAIAN BIPARTIT
Penyelesaian Bipartit berdasarkan Pasal 1 ayat (10) UU No.2/2024 menjelaskan “Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial”. Waktu penyelesaian Bipartit ini harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) UU No.2/2004. Selanjutnya ayat (3) menegaskan kepada para pihak apabila dalam jangka waktu tersebut salah satu pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal.
- PENYELESAIAN TRIPARTIT
Penyelesaian Tripartit merupakan perundingan antara pemberi kerja dan penerima kerja dengan melibatkan pihak ketiga sebagai fasilitator dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Penyelesaian Tripartit ini dilakukan setelah penyelesaian bipartit gagal atau tidak menemukan kesepakatan para pihak. Adapun pihak ketiga yang dapat dilibatkan dalam penyelesaian Tripartit yaitu sebagai berikut:
Konsiliasi
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU No.2/2004 menjelaskan “…. instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase”. Konsiliasi sesuai Pasal 1 ayat (3) UU No.2/2004 merupakan penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Khusus konsiliasi sesuai Pasal 4 ayat (5) UU No.2/2004 diperuntukkan dalam menyelesaikan perselisihan penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, atau perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh.
Arbitrase
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU No.2/2004 menjelaskan “…. instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase”. Penyelesaian arbitrase sesuai Pasal 1 ayat (15) UU No./2004 merupakan penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final. Arbitrase diperuntukkan untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh sesuai dengan Pasal 4 ayat (6) UU No.2/2004.
Mediasi
Berdasarkan Pasal 4 ayat (5) UU No.2/2004 menjelaskan “Dalam hal para pihak tidak menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator”. Pihak mediator merupakan pihak mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat – syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Selanjutnya sesuai Pasal 1 ayat (11) UU No.2/2004 yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
- Gugatan Kepada Pengadilan Hubungan Industrial
Berdasarkan Pasal 5 UU No.2/2004 menjelaskan “Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial”. Terkait biaya perkara berdasarkan Pasal 58 menjelaskan dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang berperkara tidak dikenakan biaya termasuk biaya eksekusi yang nilai gugatannya di bawah Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). Selanjutnya Pasal 81 menerangkan bahwa Gugatan perselisihan hubungan industrial diajukan kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.