Pembuktian dalam perkara pidana berbeda dengan pembuktian dalam perkara perdata. Pembuktian dalam perkara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materil, yaitu kebenaran yang sesungguhnya. Sedangkan pembuktian dalam perkara perdata bertujuan untuk mencari kebenaran formil, yaitu hakim tidak boleh melampaui batas – batas yang diajukan oleh pihak yang berperkara.
Alat bukti dalam hukum pidana merupakan alat – alat yang ada hubungannya dengan suatu peristiwa pidana. Berdasarkan Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (Selanjutnya disebut dengan “KUHAP”) Pasal 184 Ayat (1) yang menyatakan bahwa:
“(1) Alat bukti yang sah ialah:
- keterangan saksi;
- keterangan ahli;
- surat;
- petunjuk;
- keterangan terdakwa.”
Sedangkan barang bukti menurut Ansori Hasibuan merupakan barang yang digunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu delik, atau sebagai hasil suatu delik, disita oleh penyidik untuk digunakan sebagai bukti dalam persidangan. Dalam Pasal 39 Ayat (1) KUHAP dinyatakan bahwa:
“(1)Yang dapat dikenakan penyitaan adalah:
- benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana;
- benda yang telah dipergunakan secara Iangsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
- benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
- benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
- benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa alat bukti sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa sedangkan barang bukti merupakan barang yang digunakan untuk melakukan tindak pidana.